I.Secara Harfiah maqamat berasal dari bahasa arab yang mempunyai tempat berdiri akan tetapi pada kelanjutannya oleh kalangan sufisme diartikan sebagai jalan yang sangat jauh yang harus ditempuh dalam rangka mendekatkan diri mendekatkan kepada Allah. Dalam bahasa inggris maqamat dikenal dengan Stages yang berarti tangga.
Tentang berapa tangga yang harus dilalui oleh para sufi untuk mencapai tujuan masih bersifat relatif karena ada kaitannya dengan pengalamannya para sufi. Dan diantaranya Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin membuat sistematika maqamat dengan taubat – sabar – faqir – zuhud – tawakal – mahabah – ma’rifat dan ridha. At Thusi menjelaskan maqamat sebagai berikut : Al Taubat – Wara – Zuhud – faqir – sabar – ridha – tawakal – ma’rifat. Al Kalabadhi (w. 990/5) di dalam kitabnya “Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf” menjelaskan ada sekitar 10 maqamat : Taubat – zuhud – sabar – faqir – dipercaya – tawadhu (rendah hati) – tawakal – ridho – mahabbah (cinta) -dan ma’rifat. Sedangkan menurut al-Sarraj Maqamat terdiri dari tujuh tingkatan yaitu taubat, wara’, zuhd, faqr, shabr, tawakkal dan ridha
.
Berkaitan dengan pembahasan ini maqamat yamg akan diuraikan ialah yang telah disepakati oleh ulama’ sufi. Yakni Taubat, al-zuhud, al-wara’, faqir, Al-Shabr, Al-Tawakkal dan Ridho. Berikut ini penjelasannya.
- Taubat berasal dari bahasa arab Taba, Yatubu, Tauban yang mepunyai arti kembali, akan tetapi oleh kalangan diartikan memohon ampunan atas segala dosa dan berusaha untuk tidak mengulangi lagi.
Dalam Beberapa literatur telah menjadi keputusan bahwa taubat merupakan tangga yang pertama untuk mencapai kepada kedekatan tuhan, sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi ialah taubat yang tidak akan membawa dosa lagi, agar supaya taubat diterima oleh allah hendaklah taubat dilakukan dengan berulang-ulang, ada sebuah cerita seorang sufi dapat merasakan taubatnya diterima taubatnya ketika sudah bertaubat selama 70 kali.
- Zuhud
Secara harifiah zuhud ialah menjauhkan dari sesuatu yang bersifat menduniawi, dikalangan ulama’ maupun intlektual didalam mendevinisikan zuhud mengalami perbedaan diataranya Harun Nasution mengemukakan zuhud menginggalkan keduniawian dan kematerian, sedangkatkan Imam Al-Gazali “mengurangi keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”, adapula yang mendefenisikannya dengan makna “berpalingnya hati dari kesenangan dunia dan tidak menginginkannya.
menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :
- Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.
- Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan dari manusia.
- Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya semata-mata karena Allah.
Maka dari itu zuhud merupakan ajaran yang sangat penting untuk menjauhi dari berbagai godaan yang bersifat menduniawi karena orang zuhud lebih mementingkan kehidupan akhirat dari pada kehidupan yang menduniawi yang bersifat sementara dan fana.
3.wara’ Secara harfiah wara’ diartikan orang yang shaleh, menjauhkan diri dari hal-hal yang dosa, pada kelanjutannya kata ini diartikan oleh kalangan sufi menjauhi dari hal yang tidak baik atau Tabu dan hal yang dianggap Syubhat ( berada diantara halal dan haram). Para sufi mempunyai keyakinan apa yang dimakan, diminum , pakaian Dll yang masih ada kaitaannya dengan haram akan mempunyai dampak pada spiritual. Karena hatinya keras dan sulit sekali akan mendapatkan hidayah dan ilham dari tuhan. Hal ini dapat dipahami pada hadist Nabi yang menyatakan makanan dan minuman menyebabkan noda hitam dalam hati manusia yang lama-kelamaan akan mengeraskan hati manusia.
4.faqir secara harfiah faqir diartikan butuh, orang yang sangat hajat atau orang yang miskin. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau menjauhi keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat diinginkan maka faqr berarti mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain Allah, kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata.
Orang yang faqr bukan berarti tidak memiliki apa-apa, namun orang faqir adalah orang yang kaya akan dengan Allah semata, orang yang hanya memperkaya rohaninya dengan Allah. Orang yang bersikap faqr berarti telah membebaskan rohaninya dari ketergantungan kepada makhluk untuk memenuhi hajat hidupnya.
5.sabar
secara harfiah sabar berarti tabah akn tetapi menurut Dzun Misri ialah menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak dikehendaki allah akan tetapi teang ketika mendapatkan cobaan dan menampakkan sikap cukup walaupun kekurangan dalam hal ekonomi. Selanjutnya ibnu Atha mengatakan sabar artinya teap tabah dalam menghadapi berbagai cobaan. Dikalangan sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan perintah Allah dalam segala hal menjauhi larangannya dan sabar menerima cobaan yang berikan allah kepada manusia.
6.Tawakkal
Tawakkal bermakna ‘berserah diri’. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.
Tawakkal bermakna ‘berserah diri’. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.
II.Ahwal
Ahwal adalh bentuk jamak dari “Hal” yang berarti keadaan mental seperti perasaan senagn, sedih, takut dan sebagainya. Hal yang biasa disebut Ahwal ialah takut( Khauf) rendah hati (al-Tawadlu) patuh(taqwa) ikhlas (al-ikhlas) rasa berteman 9al-Uns) gembira hati( Al-Wajd) berterima kasih ( Al-Syukr). Raja’ , syauq dan mahabbah. Hal sangat berlainan dengan maqam, karena maqam sebagai proses untuk mendekatkan diri kepada tuhan dengan cara perjuangan melawan hawa nafsunya yang sangat terjal, sedangkan ahwal merupakan sebuah fadhal (keutamaan) yang diberikan tuhan dengan cara spontan tanpa adanya proses. Imam al-Ghazali mengatakan apabila seseorang sudah menetap dalam suatu maqam maka ia akan memperoleh perasaan tertentu, itulah yang disebut Ahwal.
·Khauf
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya. Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya. Al-khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang kepadanya. Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang menyebabkan orang lari menuju Allah
· Raja’
Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali memandang raja’ sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang. Sementara itu, Abu Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja’ adalah kesenangan dari Allah bagi hati orang-orang yang takut, jika tidak karena itu akan binasalah diri mereka dan hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas dapat dipahami bahwa raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagaimai terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
·
Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali memandang raja’ sebagai senangnya hati karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi raja’ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa akan datang. Sementara itu, Abu Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja’ adalah kesenangan dari Allah bagi hati orang-orang yang takut, jika tidak karena itu akan binasalah diri mereka dan hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan ahli sufi diatas dapat dipahami bahwa raja’ adalah sikap optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagaimai terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
·
· Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni. Untuk menimbulkan rasa rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu, rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
· Mahabbah
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam. Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah;dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal. Seperti halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam. Al-Junaid menyebut mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati. Artinya, hati seseorang cenderung kepada Allah;dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha
· Musyahadah
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini berarti dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba dengan Allah. Dalam pandangan al-Makki, musyahadah juga berarti bertambahnya keyakinan yang kemudian bersinar terang karena mampu menyingkap yang hadir (di dalam hati). Seorang sufi yang telah berada dalam hal musyahadah merasa seolah-olah tidak ada lagi tabir yang mengantarainya dengan Tuhannya sehingga tersingkaplah segala rahasia yang ada pada Allah
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini berarti dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba dengan Allah. Dalam pandangan al-Makki, musyahadah juga berarti bertambahnya keyakinan yang kemudian bersinar terang karena mampu menyingkap yang hadir (di dalam hati). Seorang sufi yang telah berada dalam hal musyahadah merasa seolah-olah tidak ada lagi tabir yang mengantarainya dengan Tuhannya sehingga tersingkaplah segala rahasia yang ada pada Allah
- Yaqin Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal .
- Muraqabah
Tag :
Tasawuf