BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Standar penilaian termasuk bagian Badan standar nasional pendidikan yang
harus dilaksanakan oleh setiap lembaga pendidikan yang bertaraf formal. Dimana
BSNP terdiri dari 8 standar, yaitu standar Isi, Proses, Kelulusan, Kependidikan,
Saspras, Pengelolaan, Pembiayaan dan penilaian.
Kedelapan standar
tersebut sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lain terutama dalam
standar isi tidak bisa dipisahkan dengan standar isi dan proses. Dalam standar
isi terdapat Visi, Misi dan tujuan. Agar visi dan misi tersebut dapat mencapai
tujuan maka disusunlah kurikulum pendidikan. Kurikulum tersebut perlu
diterapkan dalam proses pembelejaran untuk membimbing para peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran itulah dibutuhkan standar proses pendidikan, dimana dalam
standar proses ini guru dan siswa berperan aktif untuk mencapai tujuan dengan
beberapa perangkat. Berangkat dari standar proses ini munculah standar
penilaian yang harus dilakukan oleh guru.
Oleh karena itu seorang pendidik mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam mendidik peserta didik baik dalam kelas maupun diluar
kelas disamping ia harus membuat perencanaan dan pelaksanaan, ia juga juga berhak mengetahui
perkembangan dan kemampuan peserta didiknya secara menyeluruh baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk
mengetahui potensi pada peserta didik tesrsebut seorang guru harus melakukan
penilaian kepada seluruh peserta dididknya.
Setelah mengetahui potensi dari masing-masing siswa
seorang pendidik tidak berhenti disitu saja, akan tetapi ia harus memperbaiki
kelemahan-kelemahannya agar ia dapat berkembang menurut pola pikirnya. Tentunya
untuk memperbaiki kelemahan tersebut diperlukan waktu melakukan evaluasi dan
penilaian secara berkesinambungan, sehingga peserta didik potensinya semakin
berkembang melalui pembinaan yang konsen dari guru
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Standar Pendidikan
Standar penilaian pendidikan menurut PP.
No. 19 tahun Pasal Ayat (11) adalah standar national pendidian yang berkaitan
dengan mekanisme dan instrument penailaian hasil belajar peserta didikm. di dalam pasal 63 ayat (1) dikemukakan
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiiri atas:
(a) penilaian hasil belajar oleh pendidik (b) penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidik, dan (c) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.[1]
B.
Prinsip-Prinsip Penilaian (Evaluasi)
Terdapat
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi. Seberapapun
baiknya prosedur evaluasi yang diikuti dan disempurnakan evaluasi perlu
diterapkan, jika tidak dipadukan dengan prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil
evaluasi pun akan kurang dari yang diharapkan. Diantara prinsip-prinsip
evaluasi sebagai berikut:
1. Keterpaduan
Penilaian harus integral dalam pengajaran disamping tujuan intruksional
dan materi serta metode pengajaran. Tujuan intraktional, materi, dan metode
pengajaran, serta evaluasi meruapakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh
dipisahkan.
2. Keterlibatan siswa
Prinsip ini sangat erat dengan metode belajar yang menuntut keterliabatan
siswa secara aktif, siswa mutlak. Untuk mengetahaui sejauh mana siswa berhasil
dalam kegitan belajar mengajar yang dijalani secara aktif, siswa membutuhkan
evaluasi.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi yang diajarkan dan sesuai dengan
renah kemampuan siswa yang diukur. Maka tidak dibenarkan menyajikan bahan
evaluasi yang sementara materinya belum disampaikan.
4. Pedagogis
Disamping evaluasi sebagai alat penilai, evaluasi juga perlu diterapkan
sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku dari segi pedagogis. Evaluasi
dan hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat motivasi untuk siswa dalam
kegiatan belajarnya.
5. Akuntabilitas
Sejauh mana keberhasilan progam pengajaran perlu disampaikan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggung
jawaban. Pihak-pihak yang termasuk adalah orang tua, masyarakat sekitar, dan
lembaga pendidikan sendiri. Pihak ini perlu mengetahui keadaan kemajuan belajar
siswa agar dapat dipertimbangkan pemanfaatannya.[2]
6. Realibitas (dapat dipercaya)
Ciri-ciri soal yang tidak reabilitas adalah pertanyaan tidak jelas apa
yang dimaksud, pertanyaan yang bersifat ambiguous, pertanyaan tidak dapat
dijawab karena kurang memberikan keterangan yang lengkap.
7. Valid
Evaluasi dapat dikatan benar apabila test yang digunakan dapat memberikan
keterangan atau gambaran tentang apa yang diinginkan. Misal apa bila untuk
mengetahui psikomotorik peserta didik, maka test harus menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat psikomotorik.[3]
C.
Tujuan-Tujuan Penilaian Pendidikan[4]
1.
Penilaian
bertujauan untuk mengetahui potensi seorang murid sampai dimanakah pontensi
anak tersebut. Adakah untu melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi atau
tidak
2.
Penilaian
untuk mengetahui sampai dimanakah anak dapat mencapai berbaai macam pelajaan.
3.
Penilaian
bertujuan untuk mengetahui letak kelemahan-kelemahan atau kesulitan-kesulitan
yang dialami oleh murid. Bahkan kesulitan yang bersifat umum maupun yang
berisfat perseorangan. Dengan mengetahui kesulitan-kesulitan tersebut seorang
guru lebih mudah dalam memberikan bantuan kepada peserta didik.
D.
Teknik dan Instrumen Penilaian
Instruemen evalausi
dalam pengertian secara umum adalah sesuatu yang digunakan seseorang untuk
untuk mempermudah tugas yang ia laksanakan demi mencapai tujuan. Kata instrument
juga biasa dikenal. Disamping instrument juga dibutuhkan teknis dalam evaluasi,
adapaun penjabarannya sebagai berikut:
1.
Teknik
tes
Teknik tes meliputi tes
lisan, tes tertulis dan tes perbuatan. Tes lisan dilakukan dalam bentuk
pertanyaan lisan di kelas yang dilakukan pada saat pembelajaran di kelas
berlangsung atau di akhir pembelajaran. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan
tertulis, baik pertanyaan maupun jawabannya. Sedangkan tes perbuatan atau tes
unjuk kerja adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan perbuatan
atau tindakan.
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes bertujuan
untuk mengetahui:
a.
Hasil belajar siswa
b.
Perkembangan prestasi siswa
d.
Tingkat kemampuan awal siswa
Tes lisan dilakukan
melalui pertanyaan lisan untuk mengetahui daya serap siswa. Tujuan tes lisan ini
terutama untuk menilai.
a.
Kemampuan memecahkan masalah
b.
Proses berpikir terutama melihat hubungan sebab
akibat
c.
Kemampuan menggunakan bahasa lisan
d.
Kemampuan mempertanggungjawabkan pendapat atau
konsep yang dikemukakan.
Tes tertulis dapat
berbentuk uraian (essay) atau soal bentuk obyektif (objective
tes). Tes uraian merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua.
Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam
bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan
alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan
menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
Cara-cara penyusunan tes
esai yang dimaksud:
a.
Guru hendaknya memfokuskan pertanyaan esai pada
materi pembelajaran yang tidak dapat diungkap dengan bentuk tes lain misalnya
tes objektif
b.
Guru kendaknya memformulasikan item pertanyaan
yang mengungkap perilaku spesifik yang diperoleh dari pengalaman hasil belajar.
c.
Item-item pertanyaan tes esai sebaiknya jelas
dan tidak menimbulkan kebingungan sehingga siswa dapat menjawabnya dengan tidak
ragu-ragu
d.
Sertakan petunjuk waktu pengerjaan untuk setiap
pertanyaan, agar para siswa dapat memperhitungkan kecepatan berpikir, menulis
dan menuangkan ide sesuai dengan waktu yang disediakan.
e.
Ketika mengontruksi sejumlah pertanyaan essai,
para guru hendaknya menghindari penggunaan pertanyaan pilihan. Misalnya pilih
empat soal dari lima pertanyaan yang tersedia.
Menurut Sukardi (2008)
kelebihan dan kelemahan tes esai, kelebihannya yaitu:
a.
Mengukur proses mental siswa dalam menuangkan
ide ke dalam jawaban item secara tepat
b.
Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui
kata dan bahasa mereka sendiri.
c.
Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun,
merangkai, dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif.
d.
Mendorong siswa untuk berani mengemukakan
pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.
e.
Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami
dan mendalami suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam
kelas
Kelemahan:
a.
Dalam memeriksa jawaban pertanyaan tes esai, ada
kecenderungan pengaruh subjektif yang selalu muncul dalam pribadi seorang guru.
b.
Pertanyaan esai yang disusun oleh seorang guru
atau evaluator cenderung kurang bisa mencakup seluruh materi yang telah
diberikan
c.
Bentuk pertanyaan yang memiliki arti ganda,
sering membuat kesulitan pada siswa sehingga memunculkan unsur-unsur menerka
dan menjawab dengan ragu-ragu.
Tes objektif banyak
digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh
luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai
jawaban yang diberikan.
1. Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah.
Bentuk soal benar salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah.
Kelebihan betul salah
yaitu;
a. Item tes betul salah
memiliki karakteristik yang menguntungkan, yaitu mudah dan cepat dalam menilai
b. Untuk item betul salah
yang dikonstruksi secara cermat, membawa implikasi kepada peserta didik, yaitu
waktu mengerjakan soal lebih cepat diselesaikan
c. Seperti bentuk tes
objektif lainnya, item tes benar salah hasil akhir penilaian dapat objektif
Kelemahan betul salah;
a. Mengonstruksi item tes
betul salah pada umumnya diperlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan
dengan pembuatan tes essai
b. Penggunaan pertanyaan
alternatif lebih memungkinkan peserta didik mengira-ngira jawaban.
2. Bentuk soal pilihan ganda atau pilihan
jamak (multiple choice)
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.
Kelebihan bentuk soal
pilihan ganda yaitu;
a. Tes pilihan ganda
memiliki karakteristik yang baik untuk suatu alat pengukur hasil belajar siswa
b. Item tes pilihan ganda
yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir seluruh bahan pembelajaran
yang diberikan oleh guru di kelas.
c. Item tes pilihan ganda
adalah tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hendak
dievaluasi.
Kelemahan bentuk soal
pilihan ganda yaitu;
a. Mengonstruksi item tes
betul salah pada umumnya diperlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan
dengan pembuatan tes essai
b. Penggunaan pertanyaan
alternative lebih memungkinkan peserta didik mengira-ngira jawaban.
3. Bentuk soal menjodohkan (matching)
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Kelebihan bentuk soal
menjodohkan
a.
Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan
objektif.
b. Tepat digunakan untuk
mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antara dua hal yang berhubungan.
c. Dapat mengukur ruang
lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas
Kelemahan
bentuk soal menjodohkan
a.
Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas
fakta dan hafalan
b.
Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan
yang mengukur hal-hal yang berhubungan
4. Bentuk soal jawaban singkat (isian)
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol.
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol.
Kelebihan bentuk soal
jawaban singkat;
a.
Menyusun soalnya relatif mudah
b.
Kecil kemungkinan siswa member jawaban dengan
cara menebak
c.
Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan
singkat dan tepat
d.
Hasil penilaiannya cukup objektif
Kelemahan bentuk soal
jawaban singkat;
a.
Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang
lebih tinggi.
b.
Memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya
sekalipun tidak selama bentuk uraian
2.
Teknik
nontes
a.
Kuisioner
Kuisioner
adalah daftar penilaian pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur
(responden). Dengan kuisioner inilah orang dapat diketahui tentang keadaan/
data diri, pengalama, pengetahuan sikap atau pendapatnya, dan lain-lain.
b.
Daftar
cocok. Yang dimaksud disini adalah check list. Hal tersebut berupa pertanyaan (
yang biasanya dijawab secara singkat-singkat), dimana responden dimana
responden yang dinilai tinggal membubuhkah ditempat yang sudah disediakan.
c.
Wawancara.
Adalah suatu metode yang digunakan untuk menjawab dari responden dengan jalan
tanya jawab sepihak.
d.
Pengamatan
(Observasi), adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengadakan
pengamatan secara langsung serta pencatatan secara sistematis.
e.
Riwayat
hidup. Pendidik dengan mengetahui riwayat hidup peserta didik dapat menemukan
kesimpulan tentang, kebiasaan, dan sikap dari objek yang dinilai sehinga
penilaian disesuaikan dengan potensinya.
E.
Mekanisme dan Prosedur Penilaian
1.
Penilaian
Hasil Belajar oleh Pendidik
Kegiatan hasil belajar
pada hakekatnya meruapakan kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku siswa.
Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk.
Standar nasional
pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh peserta didik
dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
a.
Ulangan
harian
Ulangan harian dilakukan setiap selesai pembelajaran dalam
kompetensi dasar tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal
yang harus dijawab para peserta didik, dan tugas-tugas terstruktur yang
berkaitan dengan konsep dan kompetensi dasar yang sedang dibahas. Ulangan
harian minimal dilakuakan tiga kali dalam setiap semester. Untuk mengetahui
kelulusan siswa dalam menempuh KD peserta pendidik harus menentukan KKM
(terlampir)[6]
b.
Ulangan
tengah semester
Ulangan tengah semester dilakukan setelah pembelajaran mencapai
beberapa standar kompetensi tertentu. Soal UTS terdiri dari seperangkat soal
yang harus dijawab oleh peserta didik mengenai materi standard kompetensi dasar
yang telah dibahas dalam setengah semester pertama. UTS dilakukan satu kali
dalam satu semester, namun ada guru yang tidak melaksanakannya, cukup dengan ulangan harian, atau tugas.[7]
c.
Ulangan
akhir semester
Ulangan
akhir semester sering disebut juga ulangan umum, dengan bahan yang diujikan
sebagai berikut.
1.
Ulanga
akhir semester pertama soalnya diambil dari materi standar, standar kompetensi,
dan kompetensi dasar semester pertama.
2.
Ulangan
akhir semester kedua soalnya merupakan gabungan dari maeri standar, standar
kompetensi, kompetensi dasar semester pertama dan kedua dengan penekanan pada
materi standar, standar kompetensi, dan
kompetensi dasar semester kedua.[8]
d.
Ulangan
Kenaikan Kelas
Ulangan
kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap. Ulangan kenaikan kelas sama
dengan ujian akhir semester genap dengan materi standar, standar kompetensi,
dan kompetensi dasar yang diujikan merupakan gabungan materi standar, standar
kompetensi, dan kompetensi dasar semester ganjil dan genap dengan penekanan
pada materi standar, standar kompetensi, dan kompetnsi dasar semester genap.[9]
Ulangan kelas
dilakukan untuk menentukan peserta didik yang berhak pindah atau naik ke kelas
yang berada di atasnya. Sedangkan ulangan kenaikan kelas yang dilakukan pada
semester genap terakhir merupakan ulangan untuk menentukn kelulusan.
Penialaian
hasil belajar yang mencakup ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas sebagaimana yang diuraikan di atas
harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup aspek pengatahuan, keterampilan,
dan nilai, serta sikap peserta didik secara proposional. Untuk itu guru harus
mengembangkan kisi-kisi penilaian yang lengkap agar mencakup seluruh
standar kompetensi dan kompetensi dasar
dengan seluruh aspeknya.
e.
Program
pengayaan dan Remidial
Program ini
merupakan pelemgkap dan penjabaran dari ulangan harian, tengah semester dan
akhir semester. Tujuan dari remedial ini untuk mengetahui ketuntasan belajar
siswa pada setiap evaluasi yang diberikan oleh guru. Siswa dapat dikatakan
tuntas bila dapat mencapai tujuan pembelajaran minimal 65 %. Maka siswa yang
mendapat kesulitan untuk mencapai tujuan pembelajaran perlu diadakan remedial.
(terlampir)[10]
Penilaian pada
umumnya mencakup pre tes, penilaian proses, dan post tes. Ketiga hal tersebut
dijelaskan berikut:
1.
Pres
tes (tes Awal)
Pada umumnya oelaksanaan proses pembelajaran di mjulai dengan pre
tes. Pre tes memiliki banyak keguanaan dalam menjajagi proses oembelajaran yang
akan dilaksanakan. Oleh karena itu pre tes memegang peranan yang mencakup
penting dalam proses pembelajaran fungsi pre tes ini antara lain dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a.
Untuk
menyiapkan peserta diidk dalam proses belajar, karena dengan pre tes maka
pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
b.
Untuk
mengetahui tuingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses
pembelajaran yang dilakuka. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil
pre tes dengan pos tes
c.
Untuk
mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan
ajaran yang akan dijadikan topic dalam proses pembelajaran.
d.
Untuk
mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana
yang dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat
penekanan dan perhatian khusus.
2.
Penilaian
Proses
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran
dan pembentukan kompetensi dasar pada peserta didik, termasuk bagaimana
tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Kualitas pe,mbelajaran dapat dilihat dari
segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan
berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya 75 % peserta
didik berperan aktif terlibat secara aktif, baik fisik , mental, maupun sosial
dalam proses pembelajaran, disampign menunjukan kegairahan belajar yang tinggi,
semangart belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari
segi hasil, proses pembelajaran diaktan berhasil apabila terjadi perubahan
perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaknya 75 %.
Selanjutnya proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta
sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan pembangunan.[11]
3.
Post
test
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post test.
Sama halnya dengan pre tes, post tes juga memiliki banyak kegunaan, terutama
dalam melihat keberhasilan pembelajaran. Fungsi post test antara lain dapat
dikemjkakan sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui tingkat pengeuasaan peserta didik terhadap kompetensi dasar yang
telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini dapat diketahui
dengan membandungkan antara hasil pre test dan post test.
b.
Untuk
mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran
yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkn pre tes dengan post
tes.
c.
Untuk
mengetahui kemampuan awal yang telah dikuasai peserta didikmengenai bahan
ajaran yag akan dijadikan topic dalam proses pembelajaran.
d.
Untuk
mengetahui dari mana proses pembelajaran itu dimulai, tujuan aman yang telah
dikuasai peserta didik, dan tujuan mana yang perlu mendapat penekanan.[12]
Semua penilaian yang telah disebutkan di atas harus terkumpul
menjadi satuan penilaian untuk dijadikan laporan kepada pendidik untuk
menyatakan hasil evaluasi yang telah ditempuh dan sebagai laporan (Raport) kepada
wali murid sebagai pernyata bahwa sekolah telah melakukan proses pembelajaran
dengan sesungguhnya. (Terlampir)
2.
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian tujuan standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik sangat identik dengan
UAM (Ujian akhir madrasah).
Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan dilakukan pada akhir program pendidikan.
Bahan-bahan yang diujikan meliputi materi SK dan KD yang telah diberikan dalam
satuan jenjang tertentu. Hasil penilaian ini untuk mentukan kelulusan bagi
setiap pesertad didik dan layak tidaknya untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang selanjutnya.
Oleh karena itu
tujuan dari pada satuan pendidikan adalah untuk mengetahuo tercapainya SKL yang
telah ditetapkan dalam berbagai matapelajaran secara keseluruhan, baik
menyangkut aspek intelektual, sosial, emosional, spiritual, kreatifitas, dan
moral. Sari sebab itu sekolah perlu diberi kepercayaan penuh dalam mengelola
proses pembelajaran.[13]
3.
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan
Penilaian hasil
belajar yang dilakukan pemerinta bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada kelompok mata pelajaran pengetahuan dan teknologi,
dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
Ujian nasional
merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar
mutu pendidikan. Kebijakan ini kerkaitan dengan berbagai aspek yang dinamis,
seperti budaya, kondisi sosial, ekonomi, bahkan politik dan keamanan, sehingga
akan sealu rentan terhadap perbedaan dan kotroversi sejalan dengan perkembangan
masyarakat.
Disisi lain
pelaksanaan UN banyak mengalami pemasalahan terutama dalam masalah ranah, bahwa
pelaksanaan UN hanya mencakup ranah intelektual (kognitif) yang tidak mampu
mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh. Dalam hal ini terjadi kesan
penyempitan terhadap makna dan hakekat pendidikan yang utuh, karena ranah
afekti dan psikomotorik diabaikan.[14]
F.
Analisis
Hasil belajar
merupakan prestasi anak secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi
dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu
penilaian kepada peserta didik jangan hanya mengarah kepada ranah kognitif,
melainkan renah afektif dan psikomotorik harus dilaksnakan. Akan tetapi
penailain dengan tes tulis ulangan tidak mungkin aspek Afektif dan psikomotori
dapat terlaksana karena tes tulis harian lebih mengacu kepada kekuatan
intelektual peserta didik. untuk melaksnakan tes afektif dan psikomotorik perlu
diadakan tes perbuatan atau nontes umpamanya dengan mengadakan observasi,
wawancara, jawaban terinci, lembar pendapat, dan lain-lain.
Oleh karena
itu, penilaian hasil belajar oleh peserta didik yang berkesinambungan utuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar tidak cukup dengan
melakukan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan
ulangan kenaikan kelas. Dalam hal ini, penilaian juga harus dilakukan terhadap
proses belajar selama pembelajaran belangsung baik dalam kelas maupun
dilingkungan masyarakat.
Disamping itu kalau
ditinjua dari sumber penilaian, pendidikan agama islam yang berjalan di madrasah
maupun di sekolah kurang berjalan secara proposional. Sebagaimana yang
tercantung diperaturan pendidikan nasional republik indonosia nomor 20 tahun
2007 bahwasannya pendidikan agama dan akhak mulia diselenggarakan oleh satuan
pendidikan hanya dilaksanakan oleh pendidik dan satuan pendidik untuk meraih
sementara untuk penilaian pemerintah atau penilaian Negara pendidikan agama
tidak berhak mendapatkan hak sebagai objek penilaian, akibat dari hal tersebut
pendidikan agama dan pendidikan akhlak mulia sering terabaikan oleh teknisi
pendidikan.
G.
Pengukuran Renah Koqnitif, Afektif, dan Psikomotorik
Sebagaimana
yang tercantum dalam analisis, bahwa penilaian pendidikan agama tidak bisa
memandang dalam satu ranah, karena pendidikan agama islam sangat kaya dengan
renah kognitif, afektif, dan psikomotorik maka dari itu tiga renah tersebut
harus berjalan secara proposional. Untuk menjalani proses ketiga renah tersebut
tentu saja harus dilakukan proses pengurkuran masing-masing renah pada setiap
siswa. Pada tahapan yang selanjutnya jika pengukuran masing-masing ranah
tersebut sudah tercapai seorang guru tinggal menyiapkan bentuk penilaian yang
akan disajikan kepada siswa.
1.
Renah
kognitif
a.
Pengetahuan
(C1)
Dalam jenjang ini para peserta didik
dituntut untuk mengenal konsep-konsep, istiah-istiah, dan lain sebagainya tanpa
harus mengerti atau dapat menggunakannya misalnya konsep shalat, zakat puasa,
dan lain-lain. Maka dari itu rumusan evaluasi yang digunakan harus menggunakan
kata menyebutkan, menunjukkan, mengenal, mengingat kembali, menyebutkan
devinisi. Bentuk soal yang sesuai untuk
mengukur kemamapuan ini antara lain: pilihan ganda, menjodohkan, isian, jawaban
singkat, dan pilihan ganda.
b.
Pemahaman
(C2)
Disamping konsep-konsep agama islam
diketahui oleh siswa, ia dituntut untuk memahami untuk mengerti pemahaman dari
konsep itu sendiri serta dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk soal yang sering digunanakan untuk
mengukur kemampuan ini adalah:
1.
Menerjemahkan
2.
Menginterpretasikan
3.
Mengeksplorasi
c.
Penerapan
(C3)
Pengukuran kemampuan ini umumnya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving). Melalui
pendekatan ini siswa dihadapkan dengan
suatu masalah, entah riil atau hipotesis, yang dipecahkan dengan menggunakan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian penguasaan aspek ini sudah
tentu harus didasari aspek pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu yang
berhubungan denan masalah tersebut.
d.
Analisis
(C4)
Dalam jenjang ini siswa dituntut
untuk menguraikan suatu situasi kedalam komponen-komponen pembentuk yang lebih jelas. Bentuk soal yang sesuai
untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
e.
Sintesis
(C5)
Pada jenjang ini seorang dituntut
untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai
faktor yang ada.
f.
Penilaian
(C6)
Dalam jenjang ini seseorang dituntut
untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan
suatu kreteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisi
sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kreteria, standar, atau
ukuran mengevaluasi sesuatu.[15]
2.
Pengukuran Renah Afektif
Pengukuran renah afektif meliputi lima jenjang kemampuan.
a.
Menerima
Jenjang
ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena
atau stimulasi khusus (kegiatan dalam kelas, baca buku dan
sebagainya).dihubungkan dengan pengeajaran jenjang ini berhubungan dengan
menimbukkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatiana siswa. Sedangkan
perumusan untuk membuat soalnya yaitu menanyakan, menjawab, menyebutkan,
memilih, mengidentifikasi, memberikan, mengikuti, menyeleksi, menggunakan, dan
lain-lain.
b.
Menjawab
Kemapuan
ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa hanya
menghadiri sesuatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan
salah satu cara. Hasil belajardalam jenjang ini dalapt menekankan kemauan untuk
menjawab. Sedangkan perumusan bentuk soalnya adalah menjawab, melakukan,
menulis, menceritakan, membantu, melaporkan, dan sebagainya.
c.
Menilai
Jenjang
ini bertalian dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena,
atau tingkah laku tertentu, jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekedar
penerima nilai sampai ketingkat komitmen keterampilan. Sedangkan perumusan
soalnya menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari, mengusulkan,
menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi, bekerja, membaca, dan
sebagainya.
d.
Organisasi
Yaitu
menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah diantara nilai itu
sendiri, jadi tugas seorang guru dalam mengevaluasi ialah memberikan penekanan
pada membandingkan, menghubungkan dam mensistensikan nilai-nilai.
Mengorganisasikan, mengatur, membandingkan, mengintegrasikan, memodifikasi,
menghubungkan, menyusun, memadukan, menyelesaikan, mempertahankan, menjelaskan,
menyatukan, dan lain-lain.
e.
Karakterisasi
dengan suatu nilai atau kompleks nilai: adapun aperasional penilaiannya adalah
menggunakan, mempengaruhi, memodivikasi, mengusulkan, menerapkan, memecahkan,
menyuruh, membenarkan, dan sebagainya. [16]
Inti beragama
adalah beriman, apa yang harus dilakukan agar siswa kita beriman? Itu lah yang
dianggap pembinaan afektif. Apakah dengan mengajarkan pengetahuan dan
mengajarkan cara beriman siswa itu akan menjadi orang yang beriman?.
3.
Psikomotorik
Psikomotorik dalat dikelompokan dalam tiga jenjang yaitu;
a.
Keterampilan:
memperlihatkna gerak, menunjukkah hasil pekerjaan, menampilkan, melompat, dan
sebagainya. Sementara leighbody mengemukakan elemen-elemen keterampillan yang
dapat diukur:
1)
Kualitas
penyelesaian pekerjaan
2)
Keterampilan
menggunakanakan alat-alat
3)
Kemampuan
menganalisis dan merencanakan prosedur kerja sampai selesai
4)
Kemampuan
mengambil keputusan berdasarkan aplikasi yang diberikan
5)
Kemampuan
membaca menggunakan diagram, gambar-gambar, symbol-simbol.
b.
Manipulasi
benda-benda: menyusun, membentuk, memindah, menggeser, mereperasi, dan
sebagainya.
c.
Koordinasi
neuromuscular: menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya.[17]
Menurut E.
Mulyasa Sehubungan dengan penilaian pembelajaran, bahwa teknik penilaian
pembelajaran yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sebagai
berikut:
1.
Penilaian
belajar pengetahuan, dapat dilakukan dengn ujian tulis, lisan, dan daftar isian
pertanyaan
2.
Penialian
belajar keterampilan, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis
keterampilan dan analisis tugas, serta penilaian leh peserta didik sendiri
3.
Penilaian
belajar sikap, dapat dilakukan dengan daftar isian dari diri sendiri, daftar
isian sikap yang disesuaikan denga tujuan program, dan skala deferensi sematik.
[1]
http://www.slideshare.net/NastitiChristianto/standar-penilaian-dalam-perspektif-badan-standar-nasional-pendidikan
diakses pada 25-11-2012 Jam 16.00
[2] Daryanto, Evaluasi
Pendidikan, (Rineka Cipta: Jakarta, 1999), 19-21
[3] Amir Daien
Indrakusuma, Evaluasi Pendidikan, (Ikip Malang: Malang, 1993), 27
[4] Ibid, Evaluasi Pendidikan, 16
[5] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2007 Tentang Standar Penilaian
Pendidikan
[6] E. Mulyasa, Kurikulum
yang Sempurna, (Remaja Rosda Karya: Bandung, 2006), 245
[7] bid,
[8] Ibid,
[9] Ibid,
[10] E. Mulyasa, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, (Remaja Rosda: Bandung, 2007), 253
[11] Ibid,
[12] Ibid, Kurikulum
yang Sempurna, 255
[13] Ibid,
[14] Ibid,
256
[15] Ibid, Evaluasi
Pendidikan, 101-115
[16] Ibid,
[17]
W. James
Phopam, Evaluasi Pengajaran, (Kanisius: Jakarta, 1986), 87
Tag :
Pendidikan