Pendidikan adalah salah jalan untuk mencetak
manusia yang mempunyai kualitas yang mulia baik dalam segi etika, pola pikir,
dan kecakapan hidup. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka perilaku sangat membedakan antara satu sama lain.
Para ahli pendidikan hari demi hari mendesain kurikulum dan menejemen
pendidikan untuk mencapai arah tujuan yang lebih baik, bahkan pada saat ini
telah para ahli pendidikan telah menerapkan pendidikan berkarakter.
Tapi meskipun demikian pendidikan khususnya
dilembaga sekolah formal tidak terlepas dari problem, problem tersebut bukan
hanya berupa tidak tercapai tujuan pembelajaran di dalam kelas, jelas jauh dari
itu para pelajar sendiri sering tawuran tiada habis-habisnya sehingga sangat
meresahkan guru sekolah, masyarakat, dan orang tua khususnya yang berusaha
payah menginginkan anaknya untuk berprestasi. Lihat di sini
Sebenar kurikulum sendiri khususnya agama
telah memasukkan pembelajaran akhlak terpuji dan nilai-nilai religius lainnya
yang dianggap membimbing para siswa. Tapi masih saja para pelajar yang tawuran.
Itu semua menunjukkan gagalnya pendidikan akhlak yang ada disekolah, entah
kurikulumnya yang salah, kurangnya keteladanan dari seorang guru, kurangnya
kompetensi guru untuk memberikan materi, atau kurang kesungguhan siswa untuk
belajar, dan lain-lain.
Rata-rata pelaku tawuran dilakukan oleh para
pelajar dijenis pendidikan yang berbeda, misalnya anak SMA tawuran dengan SMK,
SMA dengan MA atau bisa saja terjadi antar jenis pendidikan. Mungkin hal tersebut
dilakukan untuk menunjukkan jati dirinya atau meninggikan martabat lembaga
sekolahannya.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut tidak semudah yang
kita pikirkan, saya hanya berpikir falsafah dalam penyelesaian masalah ini.
Salah satu jalan yang terbaik agar anak
terhinda dari tawuran adalah pihak sekolah sesering mungkin menjalin hubungan
komunikasi antar sekolah, komunikasi tersebut dapat berupa studi banding. Misalnya
diadakan pertandingan persahabatan olah sepak bola, basket, volli bal dan lain-
lain, sehinngga dengan diadakannya hal tersebut para siswa mendapatkan
keakraban dan terjalin rasa persaudaraan.
Disamping itu sang guru harus sering
berkomunikasi dengan para wali murid
untuk mengawasi anaknya seketat mungkin, karena perilaku anak 75 % dikendalikan
oleh orang tua, pendidikan disekolah hanya bagian terkecil dari pada perilaku
anak untuk berperilaku yang baik. Jika orang tua tidak jelas statusnya dan tidak
mempedulikan perilaku anak, saya kira sangat sulit seorang anak akan mempunyai
tingkah laku yang baik. Mana mungkin
seorang guru akan memberikan pengawasan setiap hari kepada siswa dan siswinya. Jadi
intinya orang tua harus memberikan pembinaan akhlak dan pengawasan yang baik
seketat mungkin, pendidikan tidak sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah.
Mungkin salah satu penyebab mengapa seorang
pelajar bersemangat mengikuti tawuran adalah, akibat pengaruh adegan sinetron. Sekarang
ini ada sebuah film yang berjudul Crow Zero ( Mau lihat download di sini) diproduksi
oleh Jepang sampai dua sesi, adegan film ini menayangkan anak sekolah tingkat
atas yang tawuran besar-besaran antar
sekolah tiada henti-hentinya. Yang sangat lucu dalam film itu proses
pembelajaran di dalam kelas sedikit ditayangkan, kalau gak salah cuman satu
kali. Saya sarankan kepada orang tua maupun tenaga pengajar untuk selalu
mengingatkan kepada peserta didiknya agar menjauhi penontonan film seperti itu,
karena akan merusak mental dan pola pikir pelajar.
Mutu
pendidikan sekolah juga menentukan para
siswa untuk menghindari tawuran, semakin bermutu pendidikan di sekolah maka
semakin kecil para siswa untuk mengikuti tawuran. Mutu pendidikan tidak hanya
dilirik dari sarana dan prasaran yang megah, akan tetapi kedisiplinan dan
keaktifan guru dalam mengajar sangat menentukan mutu sekolah. Jangan harap guru
tidak aktif dan disiplin masuk kelas akan membuahkan seorang siswa yang
mempunyai karakter yang baik karena kekosongan pembelajaran di dalam kelas akan
menghantarkan kepada siswa untuk membolos dari sekolah ketika sudah membolos
kecenderungan berbuat negatif akan terjadi, maka dari itu kepala sekolah harus bersikap
tegas kalau perlu dengan jalan otoriter untuk mengawasi para guru yang tidak
aktif. Kayaknya percuma kalau cuman siswa yang diberikan pengawasan sementara
gurunya sendiri tidak diberikan pengawasan, yang lebih parah lagi jika kepala
sekolahnya sendiri yang tidak aktif. Jika hal seperti terjadi maka beriaplah-siaplah
sekolah maupun madrasah akan menjadi sumber tawuran.[]
Tag :
Writing Day