1. Implikasi Bagi Dunia Pendidikan Islam
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh HAMKA dalam tafsir al-Azharnya, bahwa tujuan pendidikan Islam secara filosofis adalah membentuk insan al-kamil atau manusia paripurna[1]yaitu mengabdi pada tuhannya, menjadi rahmat bagi seluruh alam ciptaan-Nya dengan penuh ketabahan dan ketundukan terhadap ajaran tuhan-Nya[2]. Sehingga tercipta manusia yang diselimuti dengan akhlak mulia, mempunyai kecerdasan untuk menggerakkan dunia, serta mampu mengubah tatanan dunia dengan skill yang dimilikinya. Sinergi potensi yang ada dalam pada manusia yaitu potensi jiwa (al-qolb), jasad (al-jism), dan akal (al-aql)[3]akan menunjang eksistensi manusia untuk mencapai tujuannya. Sehingga pendidikan Islam mengarah pada pembentuk pesarta didik yang beriman dan memelihara berbagai potensi yang dimilikinya, tanpa mengorbankan salah satu diantaranya.[4]
Ciri-ciri insan al-kamil sebagaimana yang dirumuskan Oleh Ahmad tafsir ada tiga yaitu:
a. Jasmani yang sehat serta kuat
b. Cerdas serta pandai
c. Ruhani yang berkualitas tinggi[5]
Keberadaan jasmani yang sehat serta kuat, akan mampu mensiarkan agama dan membela secara maksimal untuk menegakkan agama Islam. Konsep pendidikan jasmani menjadi sangat penting untuk menjaga jasmani agar tetap sehat sehingga eksis dalam mewarnai kehidupan dunia, sehingga Islam mampu terus berkarya untuk kemajuan agama.[6]
Pentingnya kekuatan dan kesehatan fisik juga disinggung dalam dalil-dalil naqli diantaranya:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةَ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتَهُ امْرَأَتَهُ )رواه ابن ماجه)
Artinya: Memanahlah dan kenderailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih saya sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah batil kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik/melatih kudanya dan bersenang-senang dengan istrinya...(H.R. Ibnu Majah).
Dan Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلاَ إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْي رواه مسلم
Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah!... (HR. Muslim).
Selain jiwa yang sehat dan kuat, umat Islam juga menjadi umat yang cerdas dan pandai akalnya. Kecerdasan itu Nampak dari keterampilannya memecahkan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai dengan banyaknya ilmu pengetahuan sehingga ia memiliki banyak informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator seperti berikut ini. Pertama, memiliki pengetahuan sain yang banyak dan berkualitas tinggi. Kedua, mampu memahami dan menghasilkan teori filsafat[7]. Artinya seorang muslim menjadi the founding father dari suatu temuan yang belum ditemukan oleh ilmuan-ilmuan sebelumnya, seperti Al-Haitam dengan teori optiknya, Al-Razi dengan Hisbahnya, Al-farabi dengan balok-balok musiknya, dan lain-lain.
Tentang keutamaan akal juga banyak disinggung oleh nash diantaranya firman Allah:
كذالك نفصل الايات لقوم يعقلون
Artinya: “Demikianlah kami uraikan beberapa tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya”(QS. An-Nahl: 12).
Kedua nash diatas mengindikasikan bahwa ajaran Islam sangat memotivasi pemanfaatan berfikir sebagai media untuk menyingkap rasia kehidupan. Adapun cirri-ciri insan al-kamil yang terakhir adalah memiliki ruhani yang berkualitas tinggi. Dengan demikian, disamping jasmani yang kuat dan akal yang cerdas, seorang muslim juga mempunyai hati yang penuh iman yang tunduk pada Tuhannya. Hati merupakan unsur utama dalam diri manusia.
Dalam banyak karyanya, memang unsur utama yang harus ditata terlebih dahulu dalam belajar adalah hati murid itu sendiri, sebelum menerima pendidikan yang lainnya. Ia menegaskan bahwa Perhatian dunia pendidikan mestinya diawali dengan mengingatkan pentingnya membangun pendidikan yang melahirkan jiwa-jiwa yang memiliki tanggung jawab batin (tanggung jawab budi). Memasukkan nilai ini hendaknya dengan bahasa yang dapat langsung dicerna dan difahami oleh pendengarnya, dengan terlebih dahulu membersihkan jiwanya.[8]
Apabila hati sudah tertata dan sudah sesuai dengan konsep ilahi, maka sejahteralah seluruh elemen tubuh yang ada dalam diri manusia termasuk akal dan jisim manusia. Nabi bersabda:
أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ )رواه البخار)
Artinya: Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan, dan ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Dan ketahuilah pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila baik maka baiklah tubuh tersebut dan apabila rusak maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati".(H.R. Bukhari)
Gejala keimanan yang muncul dari hati menusia terlihat apabila ia shalat, ia shalat dengan khusuk, bila mengingat Allah, kulit dan hatinya tenang, bila disebut nama Allah, bergetar hatinya. Itulah ciri-ciri hati yang penuh dengan iman. Dari situlah akan muncul manusia yang berfikir dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan.[9] Inilah harapan HAMKA dalam berbagai karyanya menggugah kembali hati muslim yang sedang tertidur agar kembali mengobarkan semangat keilmuan yang sudah hilang beberapa abad lamanya.
Konsep pendidikan Islam yang menggabungkan elemen penting dalam diri manusia (Hati, Akal, Jasmani), harus kembali disuarakan. Pasca kemunduran Islam hingga saat ini, pendidikan Islam malah semakin terpuruk dan tidak mampu mengimbangi kemajuan zaman. Kritik HAMKA disini bukan berarti tidak beralasan, karena hingga saat ini pendidikan Islam saat ini hanya fokus pada bidang ritual keagamaan saja. Para pemuka agama cenderung mengutamakan masalah akhirat saja untuk membendung kemajuan manusia dalam kehidupannya.Ibarat air, para pemuka agama hendak menahan air yang hendak mengalir kelautan.Mereka takut apabila manusia memperoleh kebebasan dan lepas dari cengkramannya. Sebab itulah mereka membuat undang-undang bahwa orang yang mencari kebahagiaan dunia adalah sesat dan merupakan bagian dari orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya, sehingga kelak ia akan dijebloskan kedalam api neraka. Akhirnya pelajaran-pelajaran yang mereka sampaikan adalah pelajaran uhud, yang mengajarkan untuk benci pada masalah yang berkaitan dengan dunia, padahal mereka masih hidu di alam dunia. Dampaknya adalah orang yang berpegang penuh pada agama kelitan orang bodoh, dungu, tidak teratur pakaian dan rumahnya.[10] Sehingga keberadaan orang Islam yang sedemikian menjadi orang yang tak berarti, jatuh terpuruk, lemah dan tertindas di medan perjuangan dalam menyuarakan suara ilahi dalam kehidupan dunia.
Islam sangat membantah pernyataan-pernyataan kepala agamawan itu. Buktinya amatlah jelas, bahkan agamalah yang menuntun manusia menuju kemajuan, menempuh tujuan untuk perdamaian segala bangsa.
Beberapa firman Allah menegaskan bahwa agamalah yang mendorong manusia menuju kemajuan, diantaranya:
قل من حرم زينة الله التى اخرج لعباده والطيبات من الررق
Artinya: “Katakan Muhammad, siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang dikeluarkanNya untuk hambaNya, dan siapakah yang menolak rezeki yang baik itu” (QS. Al-a’raf: 32).
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الاخرة حسنة وقنا عذاب النار
Artinya: Ya Allah berilah kami keselamatan di dunia dan beri pula kami keselamatan di Akhirat, jauhkan kami dari azab neraka (QS. Al-baqarah: 21).
وقيل للذين اتقوا ما انزل ربكم قالوا خيرا للذين احسنوا في هذه الدنيا حسنة ولدار الاخرة خير ةلنعم دار المتقين
Artinya: “Dan dikatakan pada orang-orang yang bertakwa : Apakah yang diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab: ialah kebaikan, yaitu untuk orang yang berbuat baik seketika di dunia dengan suatu kebaikan, dan hidup diakhirat itu adalah lebih baik lagi Disanalah seindah-indah tempat bagi orang yang bertakwa”(QS. An-Nahl: 30).
Dari beberapa ayat diatas, maka Nampak jelas bahwa sebagai manusia muslim disamping mengemban amanah ibadah, juga mempunyai amanah yang tidak kalah pentingnya, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menghadapi tantangan dunia yang terus berkembang. Pemikiran eksklusif sementara ini yang masih menjadi tradisi kuat umat Islam, hendaknya bergeser pada pemahaman yang inklusif, sehingga terjadi suatu keterbukaan dalam berfikir, namun tetap pada rambu-rambu yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan Hadits.
2. Implikasi Terhadap Kehidupan Umat Manusia
Tidak ada dalam kehidupan manusia suatu kesenangan yang tidak diiringi kesusahan, atau kesusahan yang tak terganti dengan kesenangan.Tetapi ada yang nasib separuh kesusahan dan separuh kebahagiaan.Tidak ragu lagi bahwa semua manusia menuju kepada kebahagiaan dan kesusahan. Pada akhirnya angka kebahagiaan lebih banyak dari pada angka kesusahan.Jika sekiranya ilmu tambah maju, niscaya perbaikan ekonomi dan masyarakat bertambah maju pula.
Jalan bahagia yang pertama ialah memperbaiki diri manusia sendiri.Jalan itu adalah mengenalkan kepada mereka “hakikat” sejati, dan dididik beramal didalam hakikat itu. Hakikat itu ialah, bahwa kesenangan itu tidak didapat , kalau tidak berdiri rukunnya yang empat yaitu (1). Sehat Tubuh, (2). Sehat Akal, (3). Sehat jiwa dan, (4).Kaya (cukup).[11]
Inilah yang dimaksud oleh HAMKA, bahwa sinergi dari beberapa potensi yang ada pada diri manusia yang akan mengantarkannya pada kebahagian. Memang sudah barang tentu semua kemajuan dikarenakan kemajuan ilmu.Beratus Ayat dan Hadits menjelaskan tentang seruan mencari ilmu. Apa saja macamnya baik ilmu akhirat, ilmu agama dan kemajuan, ilmu alam, ilmu binatang, angkasa luar, membuat kapal, membuat pesawat listrik, dan beberapa ilmu modern lainnya. Semua menjadi kewajiban bagi umat muslim untuk menguasainya[12]. Imam Syafi’I berkata:
من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الاخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليهما بالعلم
Artinya: Barangsiapa menghendaki dunia, hendaklah ia berilmu; barangsiapa menghendaki akhirat, hendaklah dia berilmu; dan barangsiapa menghendaki keduanya, hendaklah ia berilmu.
Islam sangat menyerukan perkembangan hidup manusia untuk lebih baik, dan perkembangan itu akan dicapai dengan ilmu. Ilmu itu akan didapat apabila mampu mengoptimalisasikan kemampuan akalnya dalam membaca segala fenomena yang ada disekitarnya. Inilah manfaat besar dari pendidikan akal. Namun semuanya tidak akan berarti tanpa dengan kelembutan jiwa yang dibalut dengan akhlak al-karimah.
Ihwal kemunduran Eropa pada abad klasik saat itu, juga disebabkan oleh kepala-kepala agamawan yang mementingkan hal mistik yang jauh dari logika kebenaran. Mereka tertutup dari ilmu yang sejati, hingga pada akhirnya kebenaran menggeliat, keluar dari pasungnya. Mereka mengatakan bahwa ilmu itu tidak hanya milik gereja saja, namun ilmu adalah milik semua orang. Setelah itu ilmu menjadi maju di Eropa hingga sampai berat berkat kontribusi muslim diabad sebelumnya yang mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah Eropa maju, penyakit orang-orang Eropa dahulu, menular ke dunia Islam di Timur, dan hingga kini dunia Timur belum bisa beranjak dari keterpurukannya untuk mengejar kemajuan barat.[13]
HAMKA melihat ada dua perbedaan yang mencolok dalam kemajuan Islam di era klasik dan kemajuan Barat di era modern. HAMKA melihat pada saat kemajuan Islam, kalangan agamawan dan kalangan intelektual berjalan seirama dalam mengembangkan kehidupan. Analisinya mengatakan bahwa keberadaan hati yang diikat oleh iman dan keyakinan, serta agama yang tulus menjadikan keduanya bersatu padu dalam mengembangkan kehidupan. Sehingga jarang kita temukan dalam sejarah pertentangan yang hebat antara kalangan agamawan dan kalangan intelektual, karena dalam jiwa manusia telah berhasil menggabungkan unsur penting dalam kehidupan manusia yaitu rasionalisme yang berpancar dari akal, serta akhlak mulia yang menyelimuti jiwa manusia. Maka benar apa yang dikatakan oleh Rasulullah dalam misi utamanya terutus ke dunia yaitu:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Hadits tersebut menunjukkan bahwa misi utama Rasulullah saw. Pertama-tama adalah membenahi hati umat manusia yang telah dikuasai oleh nafsu hayawaniyahnya sehingga hati mereka kering dari keimanan yang membimbing manusia pada kebaikan.
Ketika hati dan manusia sudah sinergi, maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku positif yang di implementasikan dalam amaliyahnya dalam kehidupan sehari-harinya. Namun demikian hasil karya otak yang menjadikan manusia positif tidak akan berarti apabila tidak dibarengi dengan keterampilan jasmani, atau skill kemampuan manusia itu sendiri. Banyak teori yang bersemayam dalam akal pikirannya, namun itu tidak berarti apabila tidak ada wujud nyata dalam kehidupan. Inilah yang menjadi hal yang tidak kalah pentingnya untuk mendidik dan melatih jasmani manusia agar menjadi terampil dan mampu membuat banyak karya.
Sinergi antara ketiga elemen (Hati, Akal, Jasmani) tersebut telah disinggung oleh Allah pertamakali yaitu ayat pertama yang diturunkan pada Nabi Muhammad saw. di gua Hira’. Ayat tersebut adalah:
اقرأ باسم ربك الذي خلق، خلق الانسان من علق، اقرأ وربك الاكرم، الذي علم بالقلم، علم الانسان مالم يعلم
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia, dari alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengjarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya”. (Qs. Al-Alaq: 1.5).
Kata iqra’ merupakan perintah pertama yang diperintahkan kepada Nabi, padahal seorang ummi (yang tidak pandai membaca dan menulis). Menurut M. Quraisy Syihab, hal ini menunjukkan bahwa secara tersirat manusia diperintahkan untuk tidak hanya membaca teks yang tertulis namun juga yang tidak tertulis. Dengan pemahaman yang demikian maka makna iqra’ tidak hanya membaca teks, namun juga bisa diartikan menghimpun. Dari kata mengimpun inilah lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui cirri sesuatu, dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.[14]
Sehingga secara tidak langsung Allah memerintahkan umat manusia untuk selalu membaca segala fenomena kehidupan yang telah Allah ciptakan di dunia. Kata membaca yang juga dapat diartikan berfikir merupakan olah akal manusia dalam memikirkan alam jagad raya untuk mencari kebenaran. Pada kalimat selanjutnya adalah “dengan nama Allah” artinya, dalam berbagai kegiatan berfikir hendaknya manusia tidak lupa bahwa semua yang menciptakan dan mengatur adalah Allah. Inilah posisi pendidikan hati untuk mendidik keimanan. Kemudian Allah menyebutkan salah satu sifatnya yang agung yaitu “mencipta”. Artinya disamping ia membaca dengan nama Allah, manusia harus mampu membuktikannya dengan wujud nyata yang bermanfaat bagi manusia. Inilah wilayah pendidikan jasmani yang berguna untuk melatih skill individu manusia tersebut.
Ketika sinergi hati, akal dan jasmani itu tercipta, maka segala ciptaan Allah akan ditemukan manfaatnya ditangan para tangan-tangan kreatif muslim, karena ilmu pengetahuan telah dirancang oleh al-Qur’an dengan keterpaduan yang melibatkankan akal dan hati dalam perolehannya[15] yang kemudian diwujudkan dengan karya intelektualnya. Allah telah bersabda dalam surat Ali Imran bahwa apa yang diciptakan di langit dan bumi itu tidak ada yang sia-sia.
ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
Artinya: “Ya Tuhan kami, tidaklah ini Tuhan jadikan dengan percuma, amat sucilah Engkau, maka singkirkanlah kami daripada azab neraka”.(QS. Ali Imran: 191).
Sebagaimana yang terjadi dikalangan ilmuan barat, segala sesuatu yang seakan tidak tampak berguna, menjadi suatu yang luar biasa bahkan bisa menjadi manfaat bagi seluruh umat manusia. Sebatang besi yang merupakan benda mati yang seakan tidak punya nilai, namun ditangan kreatif menjadi suatu alat yang menakjubkan dengan munculnya berbagai teknologi yang berkembang pada saat ini. Pada saat seminar di Gedung Pasca Serjana UIN Maulana Malik Ibrahim yang di hadiri oleh Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam kuliah ilmiah dengan tema Pendidikan Islam Multidisipliner, Prof. Dr. Imam Suprayogo menuturkan “Untung masih ada orang-orang kafir sehingga dengan skillnya yang luar biasa mampu membuktikan kebenaran Al-Qur’an daripada seorang muslim yang seolah rajin membaca al-Qur’an, namun tidak bisa menyingkap kebenaran al-Qur’an”.[16]
Pernyataan diatas membuktikan bahwa akal yang cerdas akan mampu menaklukkan dunia, dengan kreatifitas yang tinggi dunia akan menjadi takluk padanya,dan akan lebih baik lagi apabila kecerdasan akal dan skiil yang baik, ditunjang oleh keimanan yang kuat, artinya suatu pemikiran akal yang selalu dikontrol oleh kelembutan hati, sehingga suatu teori ilmiah ataupun suatu prodak yang diciptakan berjalan sebagaimana tuntunan tuhan dalam al-Qur’an, sehingga menciptakan kedamaian di seluruh penjuru alam sebagaimana misi Islam yang dibawa oleh rasulullah SAW:
وما ارسلناك الا رحمة للعالمين
Artinya: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu (wahai nabi Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. 21:107).
CATATAN KAKI
[1] Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika..., hlm.116
[2] HAMKA, Tafsir, Jilid 6, hlm.4575.
[3] HAMKA, Lembaga Hidup, hlm.40-47.
[4] Hasan Langulung, Teori-teori, hlm.443.
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal 57-62.
[6] Ibid., hlm.57-58.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hlm.60
[8]HAMKA, Dari Hati Ke Hati, Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 2002), hlm. 122-123.
[9] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hlm.63
[10] HAMKA, Tasawuf Modern, hlm. 84
[11] HAMKA, Tasawuf Modern, hlm.218-219.
[12] Ibid., hlm.84.
[13] HAMKA, Falsafah Hidup, hlm.213
[14] M. Qurasy Syihab,Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), hlm.6.
[15] Ibid., hlm.8.
[16]Seminar nasional di Aula Pasca Serjana 6 Nopember 2014.