1.Latar Belakang Abu Yazid Al-Bustomi
Dalam sejarah tasawuf abu yazid Al-Bustami ( Wafat 874 M) dikenal sebagai seorang pertama yang memperkenalkan ajaran fana dan dan Baqa’. Nama lengkap Abu Yazid Al-Bustami Thaifur Bin Isa Surusyan Al-Bustami. Ia lahir di daerah Bustam (Persia ) tahun 874-947 M. Nama kecilnya Taifur. Kakeknya bernama sursuryan, seorang penganut agama Zoroaster. Abu yazid Al-Bustami berasal dari seorang yang sangat kaya, akan tetapi pola hidupnya tetap sederhana. Abu Yazid mempunyai keistiewaan tersendiri sebelum ia lahir ke kedunia, menurut riwayat seorang ibunya, ketika abu yazid masih berada dalam kandungan, bila sang ibu makan dari makanan yang masih diragukan kehalalannya ia langsung muntah.
Sewaktu masih kecil Abu Yazid Al-Bustami dikenal sebagai anak yang cerdas dan pandai serta sangat berpegang teguh terhadap ajaran agama, bahkan ia sangat patuh terhapap perintah orang tuanya. Diriwayatkan pada suatu saat salah satu gurunya menerangkan tentang surat Al-Luqman “ berterima kasihlah kepada aku dan kepad kedua orang tuamu”. Ayat tadi menggetarkan hati Abu Yazid, seraya ia berhenti dari belajarnya dan bersegera menemui oarng tuanya. Ibunya juga sangat tekun membimbing abu yazid, ia mengirim ke masjid untuk belajar, setelah Abu Yazid dewasa, pergi ke berbagai daerah untuk berguru kepada seorang ulama seperti Ati dari Sind.
Abu Yazid melakukan suatu disiplin ilmu sangat keras sekali tanpa mengenal lelah sedikitpun, dalam rangka meningkatkan keilmuwan dan spiritualnya, ia setiap harinya berpuasa dan bertirakat sepanjang malam, ia belajar 113 kepada seorang guru. Ternyata Abu Yazid adalah seorang yang sangat serius dalam mencari ilmu, diriwayatkan dalam suatu hari seroang gurunya yang berkenamaan Shadiq menyuruh Abu Yazid untuk megambilkan sebuah buku yang ada dijendela, tenyata Abu Yazid malah bertanya balik “ jendela mana yang kamu maksud?” sang guru mengeluh kepada Abu Yazid “ telah lama engkau belajar ilmu di sini, mengapa engkau tidak mengetahui sesuatu yang ada di sini?” Abu Yazid menjawab “ ketika aku belajar dan menghadap kepadamu mataku tertutup kepada hal-hal yang lain”
Perjalanan abu yazid sebagai seorang sufi memerlukan waktu puluhan tahun. Ternyata ia bukanlah termasuk seorang yang ahli dalam ilmu kebatinan dan mengenyampingkan ilmu syari’at. Hal tersebut dapat terbukti sebelum ia menjadi seorang sufi ia terlebih dahulu menjadi seorang yang sangat fakih dari madzhab hanafi. salah satu gurunya yang berjasa kepada Abu Yazid, sebagai dasar dan cikal bakal dalam mengembangkan ilmu tasawufnya ialah abu Ali Dari Sind, yang mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakekat dan ilmu lain-lainnya.
Dalam menempuh perjalanan zuhudnya, selama 13 tahun mengembara digurun pasir disyam. Ia tidak banyak tidur, disiang harinya berpuasa dan dialam ahri bertirakat dalam rangka mendekatkan kepada allah , sehingga ia mendapat makrifat yang hakiki. Tap.i abu yazid termasuk sufi controversial dalam pemikiran dan ajrannya, berikut ini akan dibahas tentang ajaran Abu yazid Al-Bustami
2. Ajaran Abu Yazid al-Bustami
Ajaran yang terpenting Abu Yazid Al-Bustami yaitu Fana’ dan Baqa. Berikut ini akan diuraikan pengertian fana dan baqa. Fana berarti tidak tampaknya sesuatu, fana berbeda dengan rusak. sedangkan rusaknya sendiri berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.
Adapun pengrtian fana menurut sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri, atau sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti bergantiya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan, dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat tercela.
Menurut Mustafa zahri dalam bukunya yang berjudul kunci memahami memahami ilmu tasawuf mengatakan. Fana yaitu lenyapnya inderawi manusia atau kebasyirahan manusia, yakni sifat manusia yang suka kepada hawa nafwu dan syahwat. Orang yang telah diliputi hakikat sifat ketuhanan, sehingga tidak lagi kepada alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka telah dikatakan fana dari makhluk dan alam cipta.
Abu Yazid merupakan seorang sufi yang pertama kali memperkenal metode pendekatan fana. Dalam rangka mencapai ketahap fana Abu Yazid Al-Bustami meninggalkan segala keinginannya terkecuali mendekatkan diri kepada allah, hal ini nampak pada ceritanya.
“setelah allah menyaksikan kesucian hatiku yang terdalam, aku mendengar puas dari-Nya. Lalu aku dicap dengan keridhaan-Nya. Mintalah kepadaku segala apa yang kau inginkan; katanya. Engkaulah yang saya inginkan ; jawabku, karena engkau lebih utama dari pada anugerah, lebih besar dari pada kemurahan, dan melalui engkau, aku mendapat kepuasan dalam diri-Mu.
Jalan menuju fana’ menurut abu yazid diikisahkan dalam mimpinya menatap tuhan. Ia bertanya, “ Bagaimana agar aku sampai agar aku sampai kepada-Mu? Tuhan menjawab, “ tingglkan dirimu (nafsu) dan kemarilah.
Abu Yazid juga pernah melontarkan kata fana dalam ucapannya:
“ aku tahu kepada tuhan melalui diriku hingga aku fana’, kemudian aku tahu kepada-Nya melalui-Nya, maka akupun hidup”.
Ketika fana sudah dilalui maka langkah yang selanjutnya adalah Baqa. Baqa adalah secara harfiah kekal, tapi yang dimaksud oleh para sufi ialah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat ketuhanan dalam diri manusia. Karena lenyapnya sifat-sifat kebasyirahan maka sifat yang kekal ialah sifat ketuhanan.
Fana dan Baqa selalu berkaitan kerena ketika seorang sufi sudah fana maka ketika itu pula ia akan Baqa. Sebagaimana yang telah dikatakan al-Qusyairi:
“ barag siapa yang meninggalkan dari perbuatan tercela maka ia sedang fana, tatkala fana dari syahwatnya, ia Baqa dalam niat dan keikhlasan beribadah.. barang siapa yang zuhud dari keduniaan, ia sedang fana dari keinginannya, berarti pula sedang Baqa dalam ketulusan inabahnya.
Ketika abu yazid telah fana dan mencapai baqa maka keluarlah dari mulut Abu Yazid kata-kata yang ganjil, yang sangat bertentangan dengan syari’at. Jika tidak hati-hati dalam memahaminya, maka akan menimbulkan sebauh dugaan bahwa Abu Yazid menyatakan dirinya tuhan. Diantara ucapan abu yazid yang sangat ganjil sekali seperti,
“ tidak ada tuhan kecuali saya maka sembahlah aku”
“maha suci aku maha suci aku maka besar aku”
seorang lewat di rumah abu yazid dan mengetok pintu. Adbu yazid bertanya” siapa yang engkau cari”? jawabnya: ‘abu yazid”. Lalu abu yazid mengatakan : “pergilah”. Dirumah ini tidak ada kecuali allah yang maha kuasa dan maha tinggi.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa fana hilangnya sifat-sifat kebasyirahan , akhlak tercela, perbuatan maksiat melalui mengekalkan(mengkonsentrasikan) ketuhanan dalam gerak-geriknya secaran total. Sedangkan Baqa kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak terpuji, hati yang jernih dan lain-lain sebagai efek dari fana tadi. Tentunya untuk memunculkan Baqa diperlukan memperbanyak dzikir dan meditasi yang dilakukan pada proses fana.
Tag :
Tasawuf