Tasawuf dan akhlak merupakan disiplin ilmu dalam islam yang sangat erat sekali hubungannnya, dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. karena ketika kita membicarakan akhlak apek tasawuf tidak bias dilepaskan. Demikian sebaliknya jika tasawuf dibincangkan maka akhlak Menjadi hal utama yang harus bahas. Untuk mengetahui seberapa pentingkah hubungan akhlak dengan tasawuf mungkin kita dapat mengkaji pendapat-pendapat ulama sebagai berikut.
الأخلاق بداية االتصوف والتصوف نهاية الأخلاق
Artinya:
Akhlak adalah pangkal permulaan tasawuf sedangkan tasawuf batas akhir dari akhlak.
Begitu juga halnya yang dikemuakakakan oleh Al-kattany yang telah dikemukakan oleh al-Ghazali yang meyatakan hubungan akhlak dan tasawuf yang dinyatakan dalam perkataannya
التصوف خلق فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في التصوف
Artinya: tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan bekal atasmu dalam budi pekerti, maka berarti ia menyiapkan bekal atas dirimu dalam bertasawuf.
Pengalaman tsawuf yang dilakukan para sufi telah memberikan kesan kepada kita, bahwa tasawuf merupakan ajaran yang meruang lingkup kepada hubungan transenden; yang berarti hubungan hamba allah dan tuhannya, hal ini telah diperkuat oleh pendapat Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, yang mengemukakan beberapa prinsip-prinsip ajaran taawuf, sebagaimana yang telah dikatakannya;
أصول التصوف خمسة: تقوى الله وتباع السنة والإعراض والرضا والرجوع
Artinya;
Prinsip-prinsip tasawuf ada lima; yaitu taqwa kepada allah mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.
Selanjutnya pekerjan Taqwa yang dilakukan oleh para suif membentuik sifat wara’ dan istiqamah. Mengikui Sunnah dalam perkataan maupun perbuatan akan membentuk perilaku yang berakhlak mulia. Menahan diri dari hal-hal yang bersifat sementara(Al-‘irad), akan membentuk dirinya selalu sabar dan bertawakal. Bersikap rela (Ridla) dari pemberian allah yang kadang relative sedikit atau banyak, membentuk dirinya bersikap Qana’ah dan lapang dada. Bertaubat kepada allah yang dilakukan baik dengan cara terang-terangan maupun rahasia, dilakukan pada saat senang maupun susah, sehingga dapat membentuk dirinya berkepribadian yang suka bersyukur ketika mendapat kesenangan dan bersabar ketika mendapat kesusahan.
Dari kelima prinsip yang dikemukakan syekh Muhammad Imam Kurdiahlah dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf hanya berupa transendel ( hubungan hamba dan allah semata). Sementara akhlak lebih luas lagi yaitu yang mencakup hubungan manusia dengan seorang allah dan hubungan manusia dan sesame makhluk,.
Memang ada beberapa ide untuk mendapat keridlaan dari allah, yaitu ide-ide itu mengaharapkan agar kegiatan tasawuf tidak hanya diarahkan kepada kegiatan vertikal saja, tetapi lebih dari itu ibadah horisontal dikaitkan juga, sehingga nantinya ulama tasawuf memikirkan kebutuhan umat manusia yang sangat mendesak, maka dari itu konsekuensinya istila-istilah yang sering dipakai dikalangan sufi harus diartikan kembali, misalnya zuhud yang selama ini diartikan sebagai sikap meninggalkan kesenangan duniawi yang dapat mengganggu kekonsentrasian beribadah dan lupa kepada tuhannya, hal tersebut harus dimaksudkan dampak negtifnya bukan Dzat dari pada kekayaannya itu sendiri. Karena kekayaan yang dimiliki manusia digunakan untuk mempermudah ibadah, hidup sederhana meninggalkan dari dunia kemawahan dan untuk kesejahteraan umat manusia, hal tersebut bisa dikatakan zuhud. Jadi yang dihindari dari pada sikap zuhud bukan dzat dari pada kekayaan itu sendiri, tapi efek negatif dari kekayaan itu. seperti sikap sombong, takabur, dan lalai terhadap kehidupan akhirat.
Ide-ide seperti ini memang sangat sulit diterima oleh para kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang telah menekuni ajaran tasawuf, karena menjauhkan dari kehidupan dunia (zuhud) dan memfakirkan diri menjadi tradisi yang turun temurun bagi ajaran tasawuf, yang bermula dari kehidupan rasulullah SAW, dan para sahabatnya yang termasyhur namanya sebagai Ahlu suffah, hingga kehidupan tasawuf sekarang.
Perlu diketahui perumusan devinisi zuhud yang menekankan sukap menjauhi dunia, dipengaruhi oleh suasana kehidupan para sahabat dan tabi’in yang terlalu mengejar keduniaan, terutama pembesar kerajaan, sehingga soal agama nyaris ditingalkan. Barangkali sikap yang demikian dilatar belakangi oleh kehidupan yang mewah dengan cara yang foya-foya pada pembesar kerajaan romawi dan Persia sebelum datangnya agama islam, lalu tradisi tersebut dilakukan lagi oleh sebagian sahabat dan tabi’in, terutama yang dilakukan oleh keluarga pembesar dinasti bani umayyah dan Ab-Basyiah.
Dari sinilah sehingga ulama tasawuf menyusun system kehidupan yang tercermin dalam ajarannya, dengan cara mendakwah sikap zuhud dan fakir, untuk menjauhi kehidupan mewah yang selalu membawa manusia lalai menekuni agamanya ketika itu.
Ketika kita menengok hancurnya peradaban danpuncak kejayaan islam dengan runtuhnya Dinasti Bani Ab-Basyiah di Baqhdat. dari kejadian tersebut telah menyebar para kalangan umat islam yang mulai menjauhi kehidupan dunia dengan cara mengasingkan diri, untuk memperbaiki moral dan akhlak umat islam. Karena pada masa sebelumnya umat islam mengalamami krisis moral dan akhlak, dan terlalu banyak bergelimang dengan kehidupan dunia. Akan tetapi umat islam dalam kegiatan spiritualnya keterlaluan sehingga ajaran tasawuf terkesan dengan mengharamkan kehidupan dunia. Yang menyebabkan aspek vertikal dan horizontal kurang seimbang.
Dengan suasana yang berbeda antara masa lampau dengan masa sekarang maka devinisi zuhud harus ditinjau kembali, sehingga tekanan zuhud bukan terletak pada menjauhi dunia akan tetapi menekankan pada efek pada negatif dari kekayaan dan kekuasaannya itu sendiri, sehingga para sufi tetap menekuni ajaran tasawufnya dan menekuni pula kegiatan bisnisnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tidak hanya menekankan kepada aspek vertikal saja, tetapi juga melakukan hubungan secara horisontal. Dan ajaran akhlak dan tasawuf dapat terpadu, akhlak sebagai hubungan hamba allah dengan antar sesama dan tasawuf sebagai ajaran yang transenden.
Berkenaan dengan hubungan akhlak dengan tasawuf lebih lanjut kita harus memahami beberapa istilah dalam ilmu tasawuf yang menghantarkan kita dapat memahami sepenuhnya antara akhlak dengan tasawuf, sebagai berikut;
- Takhalli ialah membersihkan hati dengan mengosongkan hati dari sifat yang tercela sepert rasa dengki, hasut, sombong dan rasa kecintaan yang berlebihan kepada dunia. Dunia dan isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan pada dunia, dalam artian dampak negatif dari pada dunia yang berlebihan harus dijauhi.
- sebagai tahapan yang ke dua ialah Tahalli yaitu mengisi hati yang dikosongkan tadi dengan sifat-siafat yang terpuji dengan cara berperilaku yang terpuji dan mengasibukkan hatinya kapanpun dan dimanapun dengan berdzikir kepada allah karena mendekatkan diri dengan cara bedzikir menurut para sufi dapat membawa ketentraman pada hati, ibadah yang diwajibkan saja tidak cukup, untuk lebih memuaskan pendekatan diri kepada tuhan diperlukan amalan-amalan khusus dengan cara berdzikir.
- Tajalli, yang merupakan kelanjutan proses dari takhalli dan tahalli yang intinya terbukanya pintu hijab yang membatasi manusia dengan tuhan, para kalangan sufi menyebut dengan ungkapan ma'rifah.
Ketika seorang sufi melakukan tahapan yang utama yaitu tahapan takhalli( menghilangkan sifat-sifat tercela) , maka ia masih dalam tingkat berakhlak. Pada tahapan yang kedua yaitu tahalli seorang sufi dapat dikatakan berakhlak manakala masih menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji( Tahalli) , jika dalam tahap bersyari’at, tarekat dan ma’rifat (dalam arti tahalli) maka ia sudah dalam tahapan tasawuf.
Setelah sang sufi sudah bertakhalli dan bertahalli ( menghiasi dengan sifat terpuji dan bersyari’at, tarekat dan ma’rifat), ia akan menuju tahapan yang ketiga yaitu Tajalli sebuah tahapan yang terakhir dalam tasawuf yang disebut ma’rifah.
Dari uraian diatas dapat saya simpulkan bahwa akhlak merupakan awal dari pada menuju tasawuf dengan cara bertakhalli dan tahalli( dalam artian menghiasi denan sifat-sifat terpuji) sedangkan tasawuf tujuan akhir dari pada akhlak yang dengan terpenuhinya tahapan tahalli ( dalam arti bersyari’at, tarekat, hakekat dan ma’rifat) setelah para sufi sudah bertakhalli dan berhalli maka tahapan ketiga yaitu tajalli yang sering disebut ma’rifat sebagai kesuksesan dari pada bertasawuf.
Tag :
Tasawuf